Departemen Sejarah FIB Unand Adakan Evaluasi Kurikulum S-1 Ilmu Sejarah dan  S-2 Kajian Sejarah

Program Studi S-1 Ilmu Sejarah dan  S-2 Kajian Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas menyelenggarakan kegiatan Evaluasi Kurikulum pada hari Kamis, 9 Oktober 2025 di Ruang Seminar Lantai 2 FIB Unand. Kegiatan ini dibuka secara resmi oleh Dekan FIB Unand, Prof. Dr. Ike Revita, S.S., M.Hum., dan dipimpin langsung oleh Kaprodi S-1 Ilmu Sejarah, Dr. Zulqaiyyim, M.Hum., serta Kaprodi S-2 Kajian Sejarah, Dr. Drs. Nopriyasman, M.Hum.

Gambar 1. Ketua Program Studi S-1 Ilmu Sejarah dan  S-2 Kajian Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas memandu kegiatan Evaluasi Kurikulum

Evaluasi kurikulum ini bertujuan untuk meninjau kembali dampak pelaksanaan kurikulum yang telah dijalankan sejak 2022, sekaligus mendengarkan pandangan para pemangku kepentingan (stakeholder) terkait arah kebijakan pengembangan kurikulum di masa mendatang. Kegiatan ini dihadiri oleh perwakilan stakeholder internal seperti alumni, mahasiswa, serta dosen Sejarah FIB Unand dan stakeholder eksternal dari berbagai lembaga mitra, seperti Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah III Sumatera Barat, Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Sumatera Barat, Dinas Kebudayaan Provinsi Sumatera Barat, serta Tribun News.

Kegiatan evaluasi ini dimulai dengan pemaparan visi dan misi program studi serta peninjauan standar kurikulum berbasis Outcome Based Education (OBE) yang telah diterapkan sejak tahun 2022 dari masing-masing Program Studi S-1 Ilmu Sejarah dan  S-2 Kajian Sejarah. Peninjauan kurikulum ini dinilai penting untuk memastikan kurikulum yang disusun tetap relevan dengan kebutuhan akademik, arah keilmuan, serta perkembangan dunia kerja dan riset sejarah.

Dari hasil evaluasi, ditemukan bahwa fokus kurikulum sebelumnya lebih menonjolkan kajian sejarah Melayu dan Minangkabau. Namun, berdasarkan data tugas akhir mahasiswa, tema sejarah Melayu hanya muncul pada sepuluh skripsi dan tesis dalam tiga tahun terakhir, sedangkan tema Minangkabau lebih dominan. Selain itu, kapasitas dosen di bidang studi Melayu juga masih terbatas, sementara kajian tentang Sumatra dinilai lebih kuat karena dukungan kompetensi dosen yang relevan.

Beberapa dosen seperti Prof. Dr. Phil. Gusti Asnan meneliti sejarah pantai barat Sumatra, Dr. Wannofri Samry, M.Hum. mengkaji perspektif Medan, Dr. Zaiyardam, M.Hum. meneliti sejarah Riau, Dr. Zulqaiyyim, M.Hum. fokus pada sejarah Jambi, serta Dr. Hary Efendi, S.S., M.A. dan Dr. Drs. Nopriyasman, M.Hum. mendalami sejarah Sumatera Barat. Berdasarkan pertimbangan tersebut, forum menyepakati pengalihan fokus kurikulum dari kajian Melayu ke kajian Sumatra yang dinilai lebih sesuai dengan kekuatan akademik dosen dan potensi riset program studi.

Selain itu, masukan dari stakeholder juga memperkaya penyempurnaan kurikulum. Dari pihak kajian budaya, disarankan agar mata kuliah Kajian Budaya diubah menjadi Memahami Warisan Budaya dengan penekanan pada aspek naratif dan pelestarian. Dari Dinas Kearsipan, muncul usulan untuk memperkuat literasi digital dan digitalisasi arsip sejarah. Selain itu, beberapa mata kuliah diarahkan agar menghasilkan produk kreatif seperti film dokumenter dan konten audiovisual yang sesuai dengan karakter generasi mahasiswa masa kini. Sementara dari Tribun News, disampaikan bahwa sejarah tidak memiliki makna jika tidak ditulis dan disebarluaskan, sehingga diusulkan agar mahasiswa sejarah memiliki komunitas menulis dan ruang baca aktif di lingkungan kampus.

Gambar 2. Perwakilan stakeholder internal dan eksternal terlibat diskusi interaktif bersama Ketua Program Studi Sejarah

Sementara itu, dari program studi S-2 Kajian Sejarah, beberapa poin penting yang dihasilkan adalah calon mahasiswa S-2 diusulkan memasukkan tema atau topik tesis sejak awal pendaftaran, mata kuliah pilihan juga akan ditambah dan disesuaikan dengan perkembangan terbaru dalam Program Studi S-2 Kajian Sejarah, serta akan dibentuk komunitas penulis sejarah sebagai pusat diskusi dan pengembangan literasi sejarah.

Dalam sesi akhir, Dr. Zulqaiyyim, M.Hum., selaku Kaprodi S-1 Ilmu Sejarah, juga menyoroti pentingnya peningkatan fasilitas laboratorium sejarah, seperti kamera, drone, serta alat perekam audio-visual, guna mendukung pembelajaran dan proyek akhir mahasiswa yang kini diarahkan berbasis produk film dokumenter. “Kami berharap Program Studi S-1 dan S-2 Sejarah dapat memperoleh fasilitas laboratorium berbasis teknologi, mengingat perkembangan zaman yang menuntut kita untuk semakin melek teknologi dan beradaptasi dengan kemajuan digital,” Ujar Dr. Zulqaiyyim, M.Hum.

Humas FIB Unand: Siti Awal Syaravina